Jakarta, ID – Kepedulian terhadap keberlanjutan lingkungan dan alam sudah menjadi tren, gaya hidup, dan tuntutan, baik bagi individu dan industri. Industri kelapa sawit pun, melalui produksi biofuel, mulai berkontribusi menekan emisi dan hemat devisa.
Direktur Eksekutif Sinar Mas Agribisnis & Pangan Jesslyne Widjaja mengatakan, penggunaan biofuel sebagai bahan bakar merupakan salah satu solusi untuk menekan emisi.
Indonesia pun disebutnya telah cukup berhasil dalam menekan emisi dengan mengimplementasikan biodiesel 35% atau disebut program B35. Sementara itu, dari penggunaan 12 juta ton biodiesel, emisi gas rumah kaca yang ditekan 30 juta ton.
“Langkah ini pun sekaligus sebagai upaya menghemat devisa sebesar Rp 160 triliun dari pengurangan impor bahan bakar fosil,” ungkap Jesslyne, dalam sesi ‘Mendorong Masa Depan Transportasi Bebas Emisi’ di gelaran ‘Indonesia International Sustainability Forum (IISF) 2024’ di Jakarta Convention Center, Jumat (6/9/2024).
Program biodiesel yang dilakukan secara konsisten oleh Indonesia tersebut adalah contoh kemitraan lintas pihak dalam pengurangan emisi yang berpotensi direplikasi ke pengembangan bahan bakar berkelanjutan untuk penerbangan serta pelayaran.
“Saat Indonesia mencoba tingkat pencampuran biodiesel yang lebih tinggi, kami dari sektor industri siap mendukungnya lewat solusi pasokan yang berkelanjutan,” imbuhnya, dikutip InfoDigital.co.id.
Jesslyne menegaskan dengan potensi yang ada, sektor industri masih kesulitan mencapai target pengurangan emisi tanpa dukungan industri kelapa sawit. Apalagi, kelapa sawit adalah tanaman penghasil minyak nabati paling produktif dan efisien.
Meskipun begitu, ia sadar bahwa dalam segi produksi, bahan bakar ramah lingkungan tersebut belum dapat memenuhi kebutuhan pasar.
Karena itu, melalui peningkatan produktivitas dan pemberdayaan petani kecil, pihaknya yakin dapat meningkatkan produktivitas panen sekaligus mendorong kesejahteraan mereka.