Industri Startup Indonesia Terperosok Dalam

Unicorn dan eFishery
Sementara itu, kesepakatan pendanaan yang dicapai di Indonesia untuk yang melebihi US$100 juta pada 2024 tidak ada, sangat berbeda dengan 2 kesepakatan pada 2023 dan 2 kesepakatan tahun 2022.
Dengan kurangnya pendanaan tahap akhir dan tekanan yang terus berlanjut terhadap valuasi startup, Indonesia pun gagal menghasilkan startup unicorn untuk pertama kalinya dalam enam tahun, pada 20224. Unicorn merupakan perusahaan startup yang punya valuasi minimal US$1 miliar.
Penambahan terbaru ke dalam daftar unicorn di Indonesia terakhir terjadi pada perusahaan akuakultur eFishery, yang valuasinya melampaui US$1 miliar setelah mendapatkan putaran Seri D senilai US$200 juta tahun 2023, dan menjadi unicorn ke-13 di Indonesia.
Hanya saja, hal yang mengecewakan, kemudian terjadi dugaan aktivitas penipuan para founder di eFishery yang dipimpin Gibran Huzaifah Amsi El Farizy dan diungkap DealStreetAsia baru-baru ini. Kejadian ini juga diperkirakan akan menurunkan valuasi eFishery secara signifikan.
Selanjutnya, pendanaan startup fintech menyalip bidang e-commerce yang biasanya merupakan sektor teratas di Indonesia, hanya mencatat 6 transaksi pendanaan senilai US$34,6 juta pada 2024.
Hal itu jauh berbeda dibandingkan pendanaan tahun 2021 ketika startup e-commerce Indonesia menyelesaikan 47 putaran ekuitas. Kemudian, jumlahnya terus turun menjadi 41 tahun 2022 dan 22 pada 2023.
Investor Hati-hati
Melihat tren tersebut, sebagian investor tetap optimistis terhadap potensi pemulihan industri startup di Indonesia. Namun, mereka juga akan lebih hati-hati dalam pendanaan karena melihat kegagalan dan krisis tata kelola pada kasus eFishery sebagai contoh.
Meskipun ada kekhawatiran kegagalan pendanaan dan krisis teta kelola, investor tetap melihat industri starup di Indonesia masih ada peluang dan potensi bisnis yang lebih baik
Fantic Walius, salah satu pendiri (founder) dan salah satu mitra pengelola Northstar Group, pun menyampaikan kritiknya mengenai prospek jangka panjang startup di Inonesia.
“Indonesia segala hal, sumber daya alam yang terbatas, dan laju pertumbuhan menjadikannya tanda-tanda diabaikan bagi investor dan perusahaan teknologi,” ungkap Fantic, dikutip InfoDigital.co.id, Sabtu (22/2/2025).
Pada acra Indonesia PVC Summit pada 16 Januari 2025, walaupun ada kasus eFishery, Indonesia sebenarnya tetap dilihat tetap punya ‘banyak apel’ dan perusahaan startup yang ‘baunya enak’.
Kasus kegagalan eFishery dan startup lainnya pun disebut karena lebih pada kualitas para pendirinya serta manajemen dan tata kelola yang tidak tepat dan buruk.
Transisi Energi dan Prospek
Pada acara tersebut, Managing Partner Indies Capital Partners Pandu Sjahrir lebih banyak menyoroti transisi energi sebagai tema paling menarik dalam ekosistem teknologi/startup Indonesia pada 2024.
Sjahrir yang juga menjabat sebagai Wakil Presiden Direktur PT TBS Energi Utama Tbk, yang telah bermitra dengan raksasa teknologi GoTo (PT Goto Gojek Tekopedia Tbk) untuk memproduksi kendaraan roda dua listrik, menegaskan komitmennya untuk terus memajukannya.
Dalam sebuah wawancara untuk laporan, Founding Partner Intudo Ventures Patrick Yip mengatakan bahwa Indonesia sementara waktu ‘akan tetap luput dari perhatian’ atau tidak menjadi perhatian besar bagi banyak investor untuk industri startup-nya.
Walaupun pasar pendanaan startup ‘tidak berdasarkan konsensus’ , Indonesia mungkin mulai segera pulih dari penurunan penggalangan dana yang signifikan. Hanya saja, itu juga memerlukan waktu,
“Dengan antisipasi pasar modal AS yang mencapai puncaknya, kami memperkirakan modal akan mengalir deras ke Wall Street dan Silicon Valley, sehingga pasar negara berkembang seperti Indonesia terabaikan,” ungkapnya.
Di lain sisi, lanjut dia, itu memberikan waktu yang cukup bagi pasar modal ventura/para penggalang pendanaan investasi di Indonesia untuk menyelesaikan ‘kalibrasi ulang penilaian’ dan menilai ekspektasi untuk peluang siklus pendanaan startup berikutnya. (bdm)