Infodigital.co.id

AI Jadi Bagian Hidup Sehari-hari pada 2025

Ilustrasi tren tenologi informasi pada 2025. (Kaspesky)

Jakarta, ID – Laporan terbaru Kaspersky menyebutkan, kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) akan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari pada 2025. Sementara itu, masalah privasi data biometrik dan teknologi canggih juga akan menjadi pusat perhatian.

Prakiraan tersebut merupakan bagian dari seri tahunan Kaspersky Security Bulletin, yang memberikan gambaran tentang tren dan ancaman keamanan siber yang akan memengaruhi konsumen di tahun mendatang.

Pakar privasi Kaspersky Anna Larkina mengatakan, menjelang tahun 2025, dampak paling signifikan terhadap konsumen diperkirakan  muncul dari persimpangan antara inovasi dan regulasi.

“Kemajuan dalam AI, perlindungan privasi, dan kerangka kerja kepemilikan data akan mengubah cara orang berinteraksi dengan teknologi dan mengelola kehidupan digital mereka,” ungkap Anna, dikutip InfoDigital.co.id, Senin (2/12/2024).

Menurut dia, perkembangan tersebut memiliki potensi yang sangat besar, tetapi juga membutuhkan pengawasan yang cermat untuk memastikan kepentingan konsumen terpenuhi dengan tepat.

Berikut enam tren teknologi pada 2025:

1.Tren AI

Kaspesky menyebut, AI akan terintegrasi sepenuhnya ke dalam kehidupan sehari-hari pada 2025, sudah menjadi utilitas standar dan bukan dianggap sebagai teknologi baru lagi.

Dengan sistem operasi (operating system/OS) terkemuka seperti iOS dan Android yang meluncurkan fitur-fitur yang disempurnakan dengan AI, orang-orang akan semakin bergantung pada AI untuk komunikasi, alur kerja, dan tugas-tugas kreatif.

Namun, normalisasi tersebut juga akan membawa tantangan, terutama karena deepfake yang dipersonalisasi menjadi semakin canggih tanpa adanya alat deteksi yang andal.

2.Masalah Privasi

Kaspersky juga mengingatkan penekanan yang makin besar pada privasi diharapkan mengarah pada lahirnya peraturan baru yang memperkuat kontrol pengguna atas data pribadi.

Pada 2025, individu dapat memperoleh hak untuk memonetisasi datanya, mentransfernya dengan mudah di seluruh platform, dan mendapatkan manfaat dari proses persetujuan yang disederhanakan.

Kerangka kerja global, seperti GDPR Uni Eropa dan CPRA California, pun terus menginspirasi reformasi di seluruh dunia. Sementara itu, teknologi penyimpanan yang terdesentralisasi dapat makin memperkuat otonomi pengguna atas informasi mereka.

3.Awas Penipu

Sementara itu, penjahat dunia maya diperkirakan menargetkan peluncuran game, konsol, dan film terkemuka tahun 2025.

Judul-judul, seperti Mafia: The Old Country, Civilization VII, Death Stranding 2, serta Nintendo Switch 2 yang diantisipasi, kemungkinan  menarik penipuan yang melibatkan prapemesanan palsu, rootkit palsu, dan unduhan berbahaya.

Demikian pula, film-film blockbuster seperti Superman dan Jurassic World Rebirth dapat memicu kampanye phishing dan penipuan barang dagangan palsu yang ditujukan pada basis penggemar yang antusias.

4.Perundungan Siber

Polarisasi politik yang meningkat juga diperkirakan memperburuk perundungan siber tahun 2025. Algoritme media sosial yang memperkuat konten yang memecah-belah, dikombinasikan dengan ketersediaan luas alat AI untuk membuat deepfake dan posting yang direkayasa, kemungkinan mengintensifkan pelecehan daring.

Perundungan siber lintas batas negara juga dapat meningkat karena platform global memfasilitasi penargetan individu berdasarkan keyakinan politik mereka.

5.Risiko penipuan

Seiring dengan semakin bergesernya ekonomi global ke model berbasis langganan, peningkatan penipuan terkait promosi langganan palsu diperkirakan akan marak terjadi.

Penjahat dunia maya diperkirakan membuat layanan palsu yang meniru platform sah dengan tujuan menipu pengguna agar memberikan informasi pribadi dan keuangan, yang mengakibatkan pencurian identitas dan kerugian finansial.

Selain itu, pertumbuhan sumber daya tidak resmi yang menyediakan akses diskon atau gratis ke layanan berlangganan diperkirakan akan menjadi vektor ancaman yang signifikan, yang membuat pengguna rentan terhadap serangan phishing, malware, dan pelanggaran data.

6.Larangan Media Sosial

Sementara itu, usulan Undang-Undang (UUS) Australia untuk melarang akses media sosial bagi anak-anak di bawah 16 tahun dapat menjadi preseden global.

Jika berhasil diterapkan, pembatasan tersebut dapat membuka jalan bagi pembatasan akses yang lebih luas untuk demografi lainnya. Platform seperti Instagram telah mulai mengadopsi sistem verifikasi usia bertenaga AI, yang menandakan pergeseran ke arah tata kelola ruang daring yang lebih ketat. (bdm)

Komentar

Iklan