Pemanfaatan AI Berlebihan Dikritik Konsumen

Jakarta, ID – Survei Twilio, platform bagi perusahaan untuk membangun hubungan langsung dan terpersonalisasi dengan pelanggan, menyimpulkan bahwa pemanfaatan teknologi artificial intelligence (AI) yang berlebihan oleh bisnis dan pemilik merek telah dikritik oleh konsumen.
Bahkan, sebagian besar (88%) konsumen Indonesia menyatakan bahwa interaksi yang didukung AI seharusnya lebih alami agar terasa seperti berhubungan dengan manusia.
Konsumen juga mengaku belum siap untuk sepenuhnya mengandalkan AI untuk berinteraksi. Karena, 67% masih lebih memilih berbicara dengan agen manusia jika AI gagal menyelesaikan suatu masalah secara efektif.
Hal itu merupakan sebagian dari benang merah laporan tahunan State of Customer Engagement Report atau SOCER 2025 dari Twilio. Survei global dilakukan terhadap lebih dari 7.600 konsumen dan lebih dari 600 pimpinan bisnis di 18 negara, termasuk Indonesia.
“Hal itu mencerminkan keinginan yang kuat dari konsumen untuk mempertahankan kendali atas interaksi mereka dengan brand di era AI,” ujar Regional Vice President, South Asia & APAC, ISV Sales di Twilio Irfan Ismail, dikutip InfoDigital.co.id, Jumat (20/6/2025).
Kritik konsumen tersebut juga sekaligus isyarat bagi pemilik brand untuk menerapkan strategi dan langkah-langkah pengamanan tepat guna membangun kepercayaan dan loyalitas pelanggan dalam pengalaman yang didorong oleh AI.
“Hanya brand yang mampu berinvestasi pada alat tepat untuk memberikan personalisasi dalam skala besar sambil menjaga transparansi dan mengutamakan pelanggan yang dapat tampil sebagai pemenang dalam persaingan bisnis,” imbuhnya.
AI Pengaruhi Konsumen
Merujuk pada temuan dalam SOCER 2025, bisnis dan brand di Indonesia termasuk yang paling bersemangat di kawasan Asia Tenggara dalam adopsi AI untuk mengelola interaksi dengan pelanggan.
Personalisasi hubungan pemilik merek dengan konsumen dengan menggunakan AI diakui telah meningkatkan pendapatan pebisnis. Tapi, hal tersebut tidak otomatis meningkatkan kepercayaan pelanggan.
Di sisi lain, 55% konsumen menyatakan tidak yakin pemilik brand menggunakan data pelanggan untuk kepentingan konsumen. Sementara itu, 39% mengaku telah bosan dengan AI.
Pemanfaatan AI
Para pebisnis dan pemilik merek menggunakan AI untuk berbagai keperluan, mulai dari menganalisis data pelanggan guna memahami kebutuhan dan hal-hal yang menjadi kendala (100% bisnis melakukan ini) serta menanggapi pertanyaan/keluhan pelanggan dengan chatbot (94%).
Selanjutnya, pemanfaatan AI untuk mengelola risiko keamanan dan mencegah penipuan (100%) hingga mencatat riwayat interaksi dan perjalanan pelanggan (94%) untuk memberikan rekomendasi produk atau jasa sesuai kebutuhan pelanggan (94%).
Di Indonesia, saat ini, 90% brand menggunakan AI untuk menciptakan pengalaman pelanggan yang sesuai dengan kebutuhan, mulai dari konten dan rekomendasi yang dipersonalisasi, hingga dukungan real-time dan penawaran yang dinamis.
Sebanyak 74% pemilik brand mengaku dengan strategi itu berhasil menyesuaikan penawaran dengan kebutuhan, atau preferensi konsumen. Karena itu, 90% brand mencatat peningkatan belanja pelanggan berkat penggunaan AI.
Personalisasi yang diterapkan dengan benar juga telah membantu untuk membangun loyalitas pelanggan. Perilaku ini terutama menonjol di Filipina, India, Indonesia, dan Meksiko.
Hampir setengah dari konsumen global menyatakan akan membeli kembali dari brand yang mempersonalisasikan interaksi (45%) dan merekomendasikan brand tersebut kepada teman dan keluarga (43%). (bdm)