Nasabah 1 Bank Pemerintah Rugi Akibat Ransomware
Jakarta, ID – Satu bank plat merah/pemerintah/badan usaha milik negara (BUMN) diduga telah diserang pelaku kejahatan/serangan siber dengan metode ransomware. Nasabah pun bisa dirugikan jika data yang dimiliki di bank tersebut sampai dibocorkan oleh pelaku serangan.
Founder dan Information Technology Security Specialist Vaksincom Alfons Tanujaya menduga, 1 bank plat merah/pemerintah/ BUMN yang sudah terdaftar sahamnya di Bursa Efek Indonesia telah diserang ransomware.
“Jika benar, data institusi tersebut sampai bocor, walaupun institusi tersebut menjadi sorotan dan mendapatkan masalah, tetapi yang paling menderita bukan institusi tersebut,” ungkap Alfons di Jakarta, dikutip InfoDigital.co.id, Kamis (19/12/2024).
Menurut dia, institusi yang diduga bank plat merah itu hanya akan mendapatkan malu dan citranya tercoreng. Artinya, si bank telah terbukti tidak bisa mengelola dan menjaga data nasabah dengan baik.
“Yang paling menderita adalah pemilik data, alias nasabah bank jika institusi tersebut berbentuk bank,” imbuhnya.
Karena, lanjut dia, pembocoran berarti semua data pribadi seperti nama lengkap, nomor telepon, nomor kartu ATM bank, tanggal lahir, nama ibu kandung, alamat kantor, dan alamat rumah akan dibagikan secara gratis dan disebarkan oleh pembuat/pelaku serangan ransomware.
Pastikan Serangan
Menurut Alfons, ada beberapa metode untuk memastikan sebuah institusi sebuah bank plat merah tersebut terkena serangan ransomware atau tidak. Pertama, korban ransomware tersebut yang tahu adanya komputer yang menjadi korban.
Namun, hal itu tergantung pilihan yang dilakukan oleh manajemen institusi, apakah mengakui, lalu segera memperbaiki diri supaya tidak terjadi lagi ke depan.
Atau, manajemen institusi menyangkal dengan berbagai paya seperti tidak mengakui adanya serangan, dan mengklaim kalau operasional masih lancar, atau diam-diam bernegosiasi dengan pembuat ransomware.
“Namun, biasanya kalau sampai penyerang ransomware mempublikasikan nama institusi yang menjadi korbannya, kemungkinan besar tahap negosiasi sudah terjadi dan gagal atau korbannya tidak memberikan tanggapan yang baik,” tutup Alfons. (dmm)