Bagikan:

Jakarta, ID – Mungkinkah Anda merasa tidak suka atau punya prasangka negatif terhadap agama Islam atau kaum Muslim dalam keseharian? Itulah yang disebut dengan Islamophobia. Dan mungkin saja, itu merasuki seseorang tanpa disadari.

Ya, Islamophobisa merupakan ketidaksukaan atau prasangka terhadap Islam atau Muslim, yang terkadang sampai menjadi kekuatan politik. Kemudian, ketakutan tidak rasional, permusuhan, atau prasangka terhadap Islam atau Muslim yang tanpa dasar.

Sentimen seperti itu juga terkadang diungkapkan melalui stereotip yang menggambarkan Muslim sebagai ancaman geopolitik atau sumber terorisme. Bahkan, di sebagian negara, Islamophobia sudah mengarah ke tindakan kekerasan fisik.

Paramadina Institute of Ethics and Civilization (PIEC) bekerja sama dengan Yayasan Persada Hati dan Maha Indonesia pun mengangkat tema ‘Problem Islamophobia: Latar Belakang Sejarah dan Solusi Mengatasinya’ pada dikusi luring di Ambhara Hotel, Jakarta, Rabu (28/8/2024).

Ketua PIEC Pipip A Rifai Hasan memaparkan bahwa Islamofobia merupakan ketakutan yang tidak rasional, kebencian, atau diskriminasi terhadap Islam atau orang-orang yang mempraktikkan Islam.

“Islamofobia ini mulai kembali meningkat di Eropa dan AS. Bahkan. sentimen ini telah masuk dalam kebijakan mantan Presiden AS Donald Trump dan Mantan Kanselir Austria Sebastian Kurz,” ungkap Pipip, dikutip InfoDigital.co.id, Sabtu (31/8/2024).

Tren peningkatan Islamophobia akhir-akhir ini sejalan dengan lonjakan pengungsi yang datang dari berbagai negara Arab, terutama Palestina, Suriah, Irak, Libya, dan berbagai negara Afrika yang mencari perlindungan dari konflik bersenjata ke Eropa.

Pipip pun memberikan contoh kasus Islampohobia teraktual yang sampai berdampak kerusuhan yang mengancam komunitas Islam dan upaya merusak rumah ibadah masjid di Liverpool, Inggris, belum lama ini.

Penyebabnya juga dipicu adanya informasi palsu yang dengan cepat menyebar dam menyatakan bahwa pelaku pembunuhan adalah seorang imigran muslim, sehingga menimbulkan kemarahan bagi kelompok ekstrem kanan.