Indonesia Dorong Kolaborasi AI Negara Berkembang

Jakarta, ID – Indonesia terus mendorong negara-negara berkembang (bagian Selatan) untuk saling bekerja sama pada sektor digital, terutama dalam tata kelola dan etika teknologi kecerdasan AI.
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria menegaskan, posisi Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang aktif mentransformasikan prinsip etika dan inklusivitas AI ke dalam kerangka regulasi konkret.
Hal tersebut disampaikan oleh Nezar dalam UNESCO Global Forum on the Ethics of Artificial Intelligence (AI) di Bangkok, Thailand.
Berbicara di depan para menteri dan pejabat tinggi negara anggota UNESCO dalam forum Ministerial Session bertajuk ‘Dialogue on International Cooperation on AI’, Nezar menyampaikan bahwa Indonesia tidak hanya mendukung secara normatif UNESCO Recommendation on the Ethics of AI (2021).
Indonesia juga telah mengambil sejumlah langkah substantif dan terukur untuk menerapkannya di tingkat nasional.
“Indonesia telah mengintegrasikan prinsip-prinsip etika dan inklusivitas AI UNESCO ke dalam penyusunan kebijakan dan tata kelola secara nyata,” ungkap Nezar, dikutip InfoDigital.co.id, Rabu (25/6/2025).
Integrasi tersebut, termasuk dalam pengembangan strategi nasional AI. Kemudian, Indonesia juga tengah menindaklanjutinya dengan penerbitan regulasi AI dalam waktu dekat.
Secara lebih rinci, langkah-langkah integrasi yang telah dilakukan tersebut sebagaimana dijelaskan oleh Nezar, yaitu:
1. Mengembangkan Peta Jalan Kecerdasan Artifisial berbasis etika, yang kini memasuki tahap akhir penyusunan dengan melibatkan sejumlah pemangku kepentingan
2. Menuntaskan Penilaian Kesiapan AI Nasional (AI-RAM), yang digunakan untuk memetakan potensi dan tantangan pengembangan AI di berbagai sektor di Indonesia
3. Menerbitkan Surat Edaran Menteri tentang Etika AI, yang digunakan sebagai rujukan awal bagi interim untuk pelaku industri dan sektor public
4. Menjadikan kerangka hukum nasional seperti UU tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) dan UU tentang (Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagai pilar legal untuk perlindungan data dan etika pemrosesan informasi berbasis AI.
Kerja Sama Negara Berkembang
Dalam forum tersebut, Nezar pun menyoroti tiga tantangan utama yang dihadapi negara-negara berkembang ketika menyusun tata kelola AI, yaitu keseimbangan regulasi dan inovasi, keterbatasan kapasitas SDM digital, dan kesenjangan infrastruktur dengan standar teknis antar regional.
Karena itu, Nezar menegaskan kembali pentingnya kerja sama negara-negara selatan (berkembang) untuk menjawab tantangan bersama.
Bagi Indonesia, kerja sama internasional, terutama global south, bukan hanya soal berbagi teknologi, tetapi yang paling mendasar adalah berbagi tanggung jawab untuk AI yang etis dan inklusif.
“Kita juga harus memastikan tidak ada satu pun negara yang tertinggal dalam transisi AI yang transformatif,” tandas Nezar.
Forum dialog antarkementerian negara-negara berkembang itu merupakan bagian dari rangkaian agenda UNESCO yang berlangsung pada 24–27 Juni 2025 di Bangkok.
Pada forum tersebut berhimpun para pemimpin dunia, pakar di bidang AI, industri, dan akademisi untuk meninjau kemajuan tata kelola AI di negara masing-masing sejak diterbitkannya Rekomendasi UNESCO 2021 tentang Etika AI yang telah diadopsi oleh lebih dari 194 negara. (dmm)