Tren Sepeda Listik yang Perlu Patuhi Aturan
Keterlibatan dari Hulu
Saat ini, lanjut Djoko, pemanfaatan sepeda listrik berisiko telah menimbulkan kecelakaan di jalan karena banyak pengguna memanfaatkannya hingga jalan raya meski trotoar bisa dilewati kendaraan ini.
“Sepeda listrik itu juga tidak berbunyi dan berkecepatan rendah, apalagi di jalan umum. Jalan nasional tak banyak trotoar,” tuturnya.
Sementara itu, lanjut dia, kendala lain, trotoar yang ada banyak tak cukup buat sepeda. Karena itu, cara pengendalian sepeda listrik mesti dimulai dari hulu.
Saat pembelian dilakukan, pembeli harus diingatkan bahwa kendaraan tak boleh dioperasikan di jalan umum dan hanya lingkungan. Pemberitahuan ini bisa disampaikan pihak dealer.
Jadi, ada edukasi bagi pembeli. Apalagi, penyalahgunaan sepeda listrik juga menunjukkan karena pemahaman masyarakat yang rendah, diikuti pula dengan penegakan hukum yang masih rendah.
Selain edukasi dari pihak penjual, Korlantas, Ditlantas, Satlantas Polri, Ditjenhubdat serta Dinas Perhubungan Provinsi dan Kota/Kabupaten setiap daerah perlu melakukan sosialisasi dan mengingatkan secara rutin.
Pengawasan orang tua terhadap anak-anak juga harus ditingkatkan. Semua pihak harus berperan, termasuk edukasi di sekolah. Sebab, keselamatan tak mengenal hal tersebut tugas siapa, tetapi tanggung jawab Bersama.
Karena itu, kampanye keselamatan bersepeda listrik perlu dilakukan rutin dan terus berulang, intens, tidak hanya dilakukan pada saat tertentu.
Salah satu cara paling efektif adalah memasukkan materi dalam kurikulum sekolah. Dengan begitu, anak-anak akan dituntut menerima dan memahami materi keselamatan yang ada.
“Jangan sampai anak-anak menjadi korban sekaligus pemicu kecelakaan di jalan yang dapat merugikan pengendara lain,” pungkas Djoko, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata, Jakarta. (dmm)