Internet 100 Mbps Disiapkan untuk Sekolah dan Puskesmas

Jakarta, ID – Pemerintah, melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi), meminta operator seluler menyediakan akses internet tetap (fixed broadband) dengan kecepatan hingga 100 mega byte per second (Mbps) untuk sekolah, puskesmas, dan kantor desa di area yang masuk blank spot.
Kebijakan tersebut akan difasilitasi melalui alokasi spektrum frekuensi baru dalam skema jaringan terbuka (open access). Tujuannya untuk mendorong keterlibatan banyak pihak dan harga layanan internet yang terjangkau.
Menteri Komunikasi dan Digital Meutya (Menkomdigi) Hafid mengatakan, langkah tersebut merupakan bagian dari percepatan pemerataan digital nasional sebagaimana arahan Presiden Prabowo Subianto dalam pidato pelantikannya.
Meutya menegaskan bahwa konektivitas digital menjadi fondasi penting dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi rakyat di Tanah Air.
Hal tersebut disampaikannya saat audiensi dengan pimpinan Telkom, Telkomsel, Indosat, dan XL Smart di Kantor Kemkomdigi, Jakarta, Kamis (12/6/2025).
“Sebagaimana kita ketahui bersama, dalam pidato pelantikannya, Presiden menyampaikan secara berulang pentingnya digitalisasi untuk meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat,” ujar Meutya, dikutip InfoDigital.co.id.
Menurut dia, upaya tersebut diharapkan akan membuka jalan bagi penyediaan layanan internet tetap berkecepatan tinggi di area yang belum terjangkau jaringan serat optik, khususnya untuk fasilitas publik, seperti sekolah, pusat layanan kesehatan, kantor desa, terbuka juga rumah tangga.
Menurut data dari Direktorat Jenderal Infrastruktur Digital Kemkomdigi, sebanyak 86% sekolah (190.000 unit) masih belum mempunyai akses internet tetap.
Selain itu, 75% Puskesmas (7.800 unit) belum terkoneksi internet dengan baik, 32.000 kantor desa masih berada dalam zona blank spot internet, dan penetrasi fixed broadband baru menjangkau 21,31% rumah tangga.
Frekuensi Open Acces
Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah telah menyiapkan spektrum frekuensi baru yang akan dialokasikan secara transparan kepada operator seluler nasional.
Model jaringan yang akan diterapkan pun bersifat open access. Artinya, pemegang izin wajib membuka infrastrukturnya untuk digunakan bersama dengan penyelenggara jasa telekomunikasi lain.
“Ini langkah kami dalam memastikan bahwa setiap kebijakan spektrum tidak hanya mengutamakan aspek regulasi, tapi juga membuka ruang seluas-luasnya untuk keterlibatan dan kesiapan industri,” jelas Meutya.
Sementara itu, kesiapan Peraturan Menteri sebagai landasan hukum dari program internet murah tersebut pun telah melalui konsultasi industri selama lebih dari satu bulan.
Selanjutnya, proses seleksi operator akan dimulai tahun 2025 ini dengan skema yang transparan dan akuntabel, mengedepankan kesiapan teknologi, dan komitmen untuk menyediakan layanan dengan harga yang terjangkau. (bdm)