Infodigital.co.id

Industri Gim Didorong Lindungi Anak dari Konten Kekerasan

Menkomdigi Meutya Hafid di Bandung. (Dok Kemkomdigi)

Jakarta, IDIndustri gim elektronik yang memasarkan produknya di wilayah Indonesia didorong untuk menyajikan konten yang jauh dari unsur kekerasan bagi anak-anak.

Para publisher dan pengembang gim pun diminta tunduk kepada Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak (PP Tunas).

PP Tunas mewajibkan penyelenggara sistem elektronik (PSE) yang beroperasi di Tanah Air, termasuk publisher gim, untuk mengklasifikasikan layanannya berdasarkan usia yang ketat, termasuk bagi anak-anak.

Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid pun menegaskan pentingnya perlindungan anak dari konten yang mengandung unsur kekerasan dalam ekosistem industri gim nasional.

Hal itu disampaikan Meutya saat membuka forum Indonesian Woman In Game (IWIG) BeautyPlayConnect di Bandung, Sabtu (5/7/2025), yang dihadiri para pengembang gim perempuan dari berbagai daerah.

“Kita ingin industri gim di Indonesia terus tumbuh secara sehat. Tetapi pada saat yang sama, kami juga menerima banyak sekali keluhan dari para orang tua tentang konten-konten yang tidak sesuai untuk anak-anak,” ujar Menkomdigi, dikutip InfoDigital.co.id.

Sebagai langkah konkret, pemerintah telah menerbitkan PP Tunas. Regulasi ini mewajibkan setiap PSE, termasuk pengembang dan penerbit gim, untuk menerapkan klasifikasi usia secara ketat.

“Kami tidak melarang gim, tetapi kami menunda akses konten kepada pengguna yang belum cukup usia. Ini bukan soal sensor, tapi soal tanggung jawab bersama dalam menciptakan ruang digital yang aman dan sehat,” tambahnya.

Meutya mencontohkan bahwa gim dengan tingkat kekerasan atau adiktivitas tinggi hanya bisa diakses oleh pengguna berusia minimal 16 tahun dengan pendampingan orang tua dan secara mandiri setelah usia 18 tahun.

Rating Konten Gim

Menkomdigi juga menekankan pentingnya penerapan sistem rating konten melalui Indonesia Game Rating System (IGRS).

Sistem tersebut memberi acuan bagi orang tua, pemain, dan pelaku industri agar dapat mengenali konten gim yang sesuai usia dan tahapan perkembangan anak.

“IGRS bukan hanya alat bantu untuk orang tua, tapi juga pelindung bagi industri. Dengan menerapkan klasifikasi usia secara jujur, pengembang dan penerbit bisa menghindari risiko pelanggaran hukum,” jelas Meutya.

Ia juga mengingatkan bahwa tuntutan terhadap pelaku industri gim untuk bertanggung jawab tengah menjadi tren global.

“Gerakan serupa berlangsung di banyak negara. Indonesia perlu bersiap dengan regulasi yang adil tapi tegas,” ujarnya.

Dalam forum tersebut, Menkomdigi juga berkesempatan menjajal beberapa gim karya para pengembang perempuan. “Saya senang melihat makin banyak perempuan hadir sebagai pembuat teknologi, bukan sekadar pengguna,” katanya.

Turut hadir dalam kegiatan tersebut, Direktur Jenderal Ekosistem Digital Kementerian Komunikasi dan Digital Edwin Hidayat Abdullah dan Staf Khusus Menkomdigi Alfreno Kautsar Ramadhan. (bdm)

Komentar

Iklan