Fortinet: Ancaman Siber Berbasis AI Lebih Besar pada 2025
Jakarta, ID – Fortinet, pemimpin global dalam keamanan siber yang mendorong konvergensi jaringan dan keamanan, memprediksi adanya ancaman kejahatan siber berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/ AI) lebih besar dan berani pada 2025.
Hal itu merupakan benang merah dan salah satu temuan dari Laporan Prediksi Laporan Prediksi Ancaman Siber 2025 yang dirilis Fortinet untuk memberikan wawasan tentang lanskap serangan siber yang terus berkembang.
Country Director Fortinet Indonesia Edwin Lim mengatakan, seiring dengan terus berkembangnya taktik pelaku kejahatan siber, tahun 2025 diperkirakan membawa gelombang baru serangan yang sangat terfokus dan didukung oleh teknologi AI.
Mulai dari meningkatnya layanan Cybercrime-as-a-Service hingga konvergensi antara ancaman siber dan fisik, tren ini mencerminkan bagaimana para pelaku ancaman siber mendorong batasan untuk melancarkan serangan yang lebih presisi dan berskala besar.
“Prediksi kami menegaskan pentingnya bagi organisasi untuk mengantisipasi dan beradaptasi dengan lanskap ancaman yang semakin dinamis,” ungkap Edwin, dalam pernyataannya, dikutip InfoDigital.co.id, Sabtu (14/12/2024).
Potensi Kerugian
Menurut Edwin, kerugian yang ditimbulkannya pun tidak hanya berkaitan dengan dampak potensi kerugian finansial langsung dari pembayaran tebusan. Biaya signifikan seringkaali dibutuhkan untuk pemulihan dan dapat melebihi jumlah tebusan awal.
Meskipun organisasi sebagai korban serangan siber memilih untuk membayar, tambah Edwin, tidak ada jaminan bahwa datanya akan sepenuhnya bisa dipulihkan.
“Ketidakpastian ini menambah lapisan risiko lain dalam proses pengambilan keputusan selama insiden siber,” imbuhnya.
Sementara itu, pemulihan dari insiden siber seringkali memakan waktu lebih lama dari yang diharapkan.
Edwin pun menyebutkan bahwa 50% organisasi melaporkan waktu pemulihan yang melebihi satu bulan dengan beberapa kasus yang mungkin memakan waktu jauh lebih lama. Keterlambatan ini dapat berdampak serius pada operasi bisnis dan reputasi.
Karena itu, AI pun selain sebagai ancaman, dapat dimanfaatkan untuk pemulihan. AI dapat menganalisis sejumlah besar data dengan cepat, membantu organisasi mengidentifikasi dan merespons ancaman dengan lebih efektif.
“Penting sekali mengintegrasikan AI ke dalam strategi keamanan untuk tetap unggul dari para penjahat siber,” tuturnya.
Kesadaran Publik
Edwin menyebut, kejahatan siber kini makin kolaboratif dan terstruktur, dengan banyak aktor yang terlibat dalam mengoordinasikan serangan.
Kompleksitas tersebut pun memerlukan kerangka keamanan yang kuat yang dapat beradaptasi dengan ancaman yang terus berkembang. Karena itu, perlunya kesadaran publik yang lebih besar mengenai keamanan siber.
“Pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk memberdayakan individu dan organisasi dalam mengenali dan mengurangi potensi ancaman diperlukan,” tutup Edwin. (dmm)