Infodigital.co.id

Setahun UU PDP Belum Beri Perlindungan Nyata

Dr Pratama Persadha. (Dok CISSReC)

Jakarta, IDUndang-Undang No 7 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) telah satu tahun berlalu sejak berakhirnya masa transisi selama 2 tahun sejak resmi diundangkan. Namun, implementasi untuk perlindungan data pribadi masih jauh dari harapan.

Dalam konteks dunia digital yang makin kompleks dan sarat dengan ancaman terhadap privasi individu, UU PDP sejatinya menjadi tonggak penting bagi Indonesia untuk menegakkan kedaulatan data dan melindungi hak warga negara atas informasi pribadinya.

“Namun, tanpa pelaksanaan yang konkret dan institusi pelaksana yang kuat, regulasi ini akan kehilangan maknanya,” ujar Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC Dr Pratama Persadha, dikutip InfoDigital.co.id, Selasa (21/10/2025).

Menurut dia, urgensi implementasi UU PDP saat ini tidak bisa lagi ditunda. Apalagi, dalam satu tahun terakhir, masyarakat Indonesia terus menjadi sasaran berbagai bentuk kejahatan digital.

Beberapa di antaranya mulai dari kebocoran data pribadi di sektor publik maupun swasta, penipuan online yang merajalela, maraknya judi online, hingga berbagai modus scam yang memanfaatkan rekayasa sosial dan kecerdasan buatan (AI).

Pola serangan digital tersebut pun menandakan bahwa data pribadi warga Indonesia dan tinggal di Tanah Air telah menjadi komoditas yang diperdagangkan secara ilegal di ruang siber.

Ketiadaan lembaga otoritatif yang menjalankan fungsi pengawasan dan penegakan hukum secara tegas telah membuat situasi ini kian mengkhawatirkan.

Sebab, Badan Pelindungan Data Pribadi (Badan PDP) yang diamanatkan oleh UU PDP seharusnya telah menjadi garda depan dalam memastikan kepatuhan lembaga dan perusahaan terhadap prinsip-prinsip perlindungan data.

“Sayangnya, hingga kini, pembentukannya belum dilakukan oleh Presiden,” imbuhnya.

UU PDP juga sejauh ini belum terealisasi secara efektif karena peraturan pemerintah (PP) sebagai dasar teknis implementasinya juga belum diterbitkan.

“Tanpa Badan PDP dan PP PDP, mekanisme penegakan hukum, tata kelola data, serta standar kepatuhan tidak memiliki kejelasan operasional,” tegas Pratama.

Baru Simbol PDP

Akibatnya, UU PDP yang seharusnya memberikan rasa aman, justru masih hanya menjadi simbol tanpa daya eksekusi. Kehadiran Badan PDP pun bukan sekadar kebutuhan administratif, melainkan sebuah urgensi strategis nasional.

Lembaga tersebut harus dibentuk dengan fondasi yang kuat, independen, dan bebas dari intervensi politik.

Lebih penting lagi, kepemimpinan lembaga itu tidak boleh sekadar berdasarkan penunjukan politik, tetapi harus didasarkan pada kompetensi teknis dan pengalaman yang mendalam dalam bidang keamanan siber, tata kelola data, serta privasi digital.

Sosok yang memimpin Badan PDP juga harus memahami tidak hanya sisi hukum, tetapi juga dinamika teknis serangan siber, struktur data lintas sektor, serta strategi mitigasi risiko yang adaptif terhadap perkembangan teknologi global.

1 Tahun Prabowo-Gibran

Momen kali ini juga hampir bersamaan dengan 1 tahun masa pemerintahan Prabowo-Gibran. Namun, hingga kini, Badan PDP yang secara tegas diamanatkan kepada Presiden dalam pasal 58 UU PDP belum juga dibentuk.

Mengingat pembentukan Badan PDP merupakan kewajiban hukum yang dibebankan langsung kepada Presiden, penundaan berpotensi menimbulkan anggapan publik bahwa Presiden telah melanggar amanat UU serta dapat menggerus kepercayaan masyarakat terhadap komitmen negara dalam melindungi hak digital warganya.

Karena itu, momen tersebut semestinya sekaligus sebaga pengingat strategis kepada Presiden Prabowo Subianto agar segera mengambil langkah konkret untuk membentuk Badan PDP dan menerbitkan PP-nya.

Hal itu juga demi memastikan pelaksanaan UU PDP berjalan sesuai amanat konstitusi pasal 28G, ayat (1), UUD 1945, dan menjaga marwah pemerintah dalam menegakkan hukum di ruang digital. (dmm)

Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya

Join now
Komentar

Iklan