Ini Penjelasan Heboh 1 Dolar AS Setara Rp8.170,65

Jakarta, ID – Warga internet (warganet) Tanah Air dihebohkan oleh nilai tukar kurs US$1 yang tiba-tiba setara dengan Rp8.170,65 di sistem Google Search dari seharusnya Rp16.000-an pada Sabtu (1/2/2025). Google pun mengakui ada kesalahan data tersebut. Berikut penjelasan dana analisis penyebabnya.
Ya, jadi, warganet Indonesia sempat dihebohkan dengan kejadian Google menayangkan US$1 setara dengan Rp8.170,65 Sabtu kemarin. Sabtu sore, perwakilan Google pun langsung memberikan klarifikasi dan melakukan koreksi.
“Data konversi mata uang berasal dari sumber pihak ketiga. Ketika kami mengetahui ketidakakuratan, kami menghubungi penyedia data untuk memperbaiki kesalahan secepat mungkin,” ungkap perwakilan Google Indonesia, dikutip InfoDigital.co.id, Minggu (2/2/2025).
Data Google yang menyebut menayangkan US$1 setara Rp8.170,65 Sabtu kemarin memang mengherankan dan aneh bagi yang sehari-hari biasa memantau pergerakan kurs rupiah. Apalagi, Jumat (31/12025), rupiah tiarap di posisi Rp16.256 per dolar AS.
Pantauan di platfom X, rupiah yang ‘menguat sekitar 50% itu’ itu pun menjadi salah satu isu trending pada peringkat kelima dengan judul ‘1 USD’ mencapai 47,8 ribu postingan.
“Semua kena prank Google,” komentar pemilik akun Zulkifar Akbar, menanggapi kejadian tersebut.
Karena itu, Bank Indonesia (BI) langsung merespons. Sebab, berdasarkan data kurs BI, kurs rupiah pada Jumat (31/1/2025), berada pada level Rp16.312 per dolar AS. Nilai rupiah sedikit menguat 53 poin dari Rp16.259 per dolar AS sehari sebelumnya (Kamis, 30/1/2025).
“Level nilai tukar US$/IDR Rp8.100-an sebagaimana yang ada di Google bukan merupakan level seharusnya,” ungkap Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso, melalui pernyataan resminya.
Karena itu, Bank Indonesia telah langsung meminta Google segera mengoreksinya. Hal ini perlu dilakukan agar tidak membuat gaduh masyarakat Indonesia, utamanya para pelaku pasar keuangan.
Penjelasan Pakar TI
Pakar teknologi informasi dan Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC Dr Pratama Persadha berupaya menganilisisnya. Salah satu kemungkinan penyebabnya memang karena kesalahan teknis dalam sistem Google atau platform penyedia informasi nilai tukar.
“Seperti halnya sistem teknologi lain, Google mengandalkan algoritma yang menarik data dari berbagai sumber,” jelas Pratama.
Jika terjadi bug atau gangguan teknis dalam proses ini, lanjut dia, data yang disajikan pun bisa menjadi tidak akurat, atau bahkan menyesatkan bagi para pengguna Google.
Selain menayangkan nilai tukar dalam versinya sendiri, Google mengambil data nilai tukar dari berbagai sumber eksternal, termasuk lembaga keuangan, penyedia data ekonomi, dan pasar valuta asing.
Beberapa platform memperbarui data lebih cepat daripada yang lain, sehingga ada kemungkinan Google menampilkan kurs yang sudah usang atau belum terverifikasi.
Menurut dia, kesalahan input juga dapat menjadi kemungkinan penyebab lain dari ketidakakuratan kurs yang ditampilkan. Dalam sistem berbasis data, manusia tetap memiliki peran dalam memasukkan dan memperbarui informasi.
Di sisi lain, ada kemungkinan lebih serius namun jarang terjadi adalah manipulasi atau penyalahgunaan sistem akibat peretasan. Dalam skenario ekstrem, manipulasi data kurs ini pun bisa digunakan sebagai bagian dari strategi spekulasi atau disinformasi untuk mengacaukan pasar.
Untuk memastikan informasi nilai tukar yang benar, Pratama pun menyarankan agar pengguna tidak hanya mengandalkan Google sebagai satu-satunya referensi.
“Mengecek kurs rupiah dari sumber resmi seperti BI, lembaga keuangan besar, atau layanan keuangan terpercaya seperti Bloomberg, Reuters, dan OANDA akan memberikan gambaran lebih akurat dan dapat diandalkan,” pungkas Pratama. (bdm)