DPR Tuding Aplikator Ojek Online Lakukan Pungli

Jakarta, ID – Anggota Komisi V DPR Adian Napitupulu menuding aplikator, antara lain Gojek dan Grab, telah melakukan pungutan liar (pungli) kepada para konsumen dan mitra driver jasa sewa angkutannya (ojek dan taksi online).
Tudingan pungli dilayangkan karena keduanya telah mengenakan biaya tambahan dan potongan di atas 20% dari total tarif resmi layanan transportasi ojek online GoRide (Gojek) dan GrabBike (Grab) serta taksi online GoCar (Gojek) dan GrabCar (Grab).
Sesuai Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 1001 Tahun 2022 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi, aplikator hanya boleh mengenakan potongan maksimal 20%.
Hal tersebut disampaikan oleh Adian dalam Rapat Kerja Raker Komisi V DPR RI dengan Wakil Menteri Perhubungan (Wamehub) Suntana di Gedung Parlemen DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Senin (30/6/2025).
“Bagusnya memang kita tampilkan dulu hitungannya, biar komprehensif pimpinan, ada berapa problem. Pertama, potongan (dari tarif total yang dikenakan) bisa di atas 30% sampai 50%,” ujar Adian, dikutip InfoDigital.co.id.
Dia menjelaskan, kenyataannya, Gojek dan Grab bukan hanya mengenakan potongan 20% dari total tarif dasar perjalanan yang dikenakan kepada konsumen yang berpengaruh besar ke penurunan pendapatan para mitra driver ojek dan taksi online.
Kedua, aplikator juga mengenakan biaya tambahan yang tidak punya dasar hukum yang disebut biaya jasa aplikasi, biaya layanan, serta asuransi (perjalanan aman). Nilainya sangat besar bisa Rp7.000 per oder hingga tergantung jaraknya.
Adian pun memberikan contoh, ojek online mendapatkan order Rp13.000, terus dikenakan potongan tarif dasar perjalanan 20%. Kemudian, konsumen masih dipotong biaya tambahan jasa aplikasi Rp2.000, dan biaya perjalanan aman (asuransi) Rp1.000 yang tak ada dasar hukumnya.
Kemudian, contoh lain, taksi online mendapatkan order penumpang Rp81.000. Tarif total tersebut dipotong 20%, kemudian masih ada biaya tambahan aplikasi Rp10.000, biaya layanan lokasi Rp18.000 karena menjemput ke bandara, dan ada biaya perjalanan aman (asuransi) Rp1.000).
Karena itu, driver taksi online pun hanya menerima bersih Rp45 ribuan karena dipotong biaya 20% dari total tarif perjalanan serta biaya aplikasi, biaya lokasi, dan asuransi Rp29.000.
“Dasar hukumnya (porongan) tambahan apa? Tidak ada. Potongan (taksi online) Rp29 ribu dipungut tanpa dasar hukum apa pun. Kalau kita katakan pungli yang dipungut dari rakyat tanpa dasar hukum,” jelasnya.
Menurut dia, potongan tarif di luar 20% yang dikenakan ke konsumen/penumpang yang akhirnya berpengaruh besar ke penurunan pendapatan driver ojek dan taksi online tersebut telah beranglsung bertahun-tahun.
Penataan dan Regulasi
Melihat kejadian tersebut, Adian pun berpendapat, DPR perlu terus mendorong pemerintah untuk menata ulang, bagaimana transportasi online dalam 2-5 tahun ke depan di Tanah Air menjadi lebih baik dan dipagari regulasi yang pasti.
Dia pun mendorong pemberlakukan pentarifan ojek dan taksi online perlu mengacu pada regulasi yang jelas. Potongan tarif dan semua biaya tambahan perlu diregulasi agar melindungi konsumen dan mitra driver.
“Ketika kita mendorong regulasi, kita bisa punya prediksi. Oke, kira-kira begini, di India sekarang tidak ada lagi potongan (aplikasi). Yang ada, driver berlangganan aplikasi seperti kita berlangganan berlangganan berita (online),” pungkas Adian, memberikan contoh di negara lain. (bdm)