Indonesia Lambat Adopsi Jaringan 5G
Jakarta, ID – Menurut kajian ‘Digital Nations 2025: Mencapai Rencana Strategis Konektivitas Asean’, teknologi 5G memainkan peran krusial dalam mendorong digitalisasi kawasan Asean, termasuk Indonesia.
Hanya saja, Indonesia dinilai lambat mengadopsi jaringan dan layanan seluler berbasis teknologi 5G. Bahkan, data menunjukkan pengguna ponsel di Tanah Air baru menggunakan 0,3% jaringan 5G.
Saat ini, menurut catatan OpenSignal, layanan 5G komersial telah tersedia di delapan negara anggota Asean, yakni Brunei Darussalam, Indonesia, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Tiga lainnya, belum mengadopsinya, yakni Kamboja, Myanmar, dan Timor Leste.
“Dampaknya pun terasa jauh lebih baik memanfaatkan layanan 5G dibandingkan dengan 4G bagi pengguna akhir yang kini masih menjadi tulang punggung jaringan sebagian besar negara Asean,” ungkap analis OpenSignal Sylwia Kechiche, dengan dukungan data oleh Robert Wyrzykowski, dikutip InfoDigital.co.id, Minggu (12/10/2025).
Sebuah analisis Opensignal menunjukkan bahwa implementasi layanan 5G di negara Asean, termasuk Indonesia, jawabannya bervariasi dan bergantung pada dua faktor penting.
Pertama, pita spektrum yang dialokasikan untuk 5G, khususnya ketersediaan spektrum pita tengah yang terharmonisasi, antara lan 3,5 GHz dan 700 MHz, masih terbatas dan pengalokasian ke operator butuh prosedur-waktu.
Sementara itu, kekuatan jaringan 4G masih tetap menjadi teknologi dominan di sebagian besar pasar di Asean, dan menjadikannya dasar pengukuran peningkatan 5G.
Meskipun spektrum pita menengah atas (antara lain 3,5 GHz) telah mencakup sekitar 66% dari pengamatan OpenSignal, adopsi jaringan 5G di Asean belum merata. Penyebabnya, jangka waktu alokasi dan refarming spektrum sangat bervariasi antarnegara.
Indonesia Lambat
Di Indonesia, operator seluler dinilai OpenSignal sebenarnya telah membuat kemajuan yang patut dipuji untuk jaringan 4G dan mulai menggarap 5G serta menghentikan jaringan lama 3G.
Namun, regulator Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) sampai saat ini belum melelang pita 700 MHz dan 2,6 GHz untuk jaringan 5G, yang masih kosong dan akan menyediakan spektrum cakupan maupun kapasitas yang dibutuhkan industri.
“Yang lebih menantang lagi adalah pita 3,5 GHz, yang secara global diakui sebagai ‘titik optimal’ untuk 5G masih terikat dengan layanan untuk satelit,” tutur Sylwia.
Saat ini, implementasi jaringan dan layanan 5G di Tanah Air pun masih menggunakan spektrum frekuensi yang juga digunakan untuk layanan 4G. Jadi, implementasi 5G di Indoensia ‘minta digendong’ pada jaringan 4G, bukan khusus pada frekuensi untuk 5G.
Implementasi 5G di Kamboja juga tak lebih baik, karena bersama Myanmar dan Timor Leste sama sekali belum mengimplementasikan jaringan dan layanan di negaranya.
Meskipun studi 5G yang komprehensif telah dilakukan oleh kementerian dan regulator Kamboja, pelepasan pita 3,5 GHz, seperti di Indonesia, belum terjadi.
Masalahnya lebih pelik, karena izin operasi operator seluler di Kamboja belum diubah untuk memungkinkan penyediaan layanan 5G. Hal ini kemungkinan baru akan terjadi pada akhir 2025 atau awal tahun 2026.
Malaysia Tercepat Adopsi 5G
Sementara itu, frekuensi 3,5 GHz untuk 5G sekarang telah banyak digunakan di Malaysia, karena pita 200 MHz dari frekuensi 3,5 GHz (dan 2×40 MHz dari pita 700 MHz) pertama kali dialokasikan untuk jaringan utama dan tunggal pemerintah, Digital Nasional Berhad (DNB), sejak awal 2021.
Di Singapura, Otoritas Pengembangan Media Infocomm (Infocomm Media Development Authority/IMDA) telah memberikan lisensi untuk pita 3,5 GHz pada Juni 2020. Lisensi ini diberikan kepada Singtel dan konsorsium StarHub dan M1. Kini pun Singapura telah beralih ke jaringan 5G SA.
Brunei pun telah mengalokasikan pita 3,5 GHz untuk 5G, tetapi penggunaannya masih terus berkembang dengan hanya 32 lokasi.
Otoritas Pengelolaan Frekuensi Radio (Authority of Radio Frequency Management/ARFM) Vietnam di bawah Kementerian Informasi dan Komunikasi (MIC), yang kini berganti nama jadi Kementerian Sains dan Teknologi, telah menyelenggarakan lelang spektrum 5G pertamanya yang sukses pada awal 2024.
Kini, ARFM telah merilis spektrum di pita 700 MHz untuk 5G tahun 2025, dengan peluncuran jaringan komersial yang terus berlanjut didorong oleh subsidi belanja modal sebesar 15% yang diberikan kepada operator yang membangun setidaknya 20.000 BTS pada tahun 2025. (bdm)
Ponsel Pengguna Layanan Frekuensi 2G-5G Asean
Negara | 5G | 4G | 3G | 2G |
Singapura | 23% | 75% | – | – |
Malaysia | 16% | 82% | – | 1% |
Thailand | 12% | 84% | 4% | – |
Filipina | 4% | 88% | 3% | 5% |
Brunei | 3% | 88% | 8% | – |
Vietnam | 1% | 91% | 3% | 3% |
Laos | 1% | 88% | 7% | 3% |
Indonesia | 0,3% | 97% | – | 1% |
Kamboja | – | 93% | 1% | 5% |
Myanmar | – | 90% | 5% | 3% |
Sumber: OpenSignal, 1 Mei-29 Juli 2025
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now