Kesepakatan Transfer Data RI dan AS Bisa Kurangi Investasi Data Center

Jakarta, ID – Internet & IT Security Consultant Vaksincom Alfons Tanujaya berpendapat, adanya kesepakatan baru transfer data Indonesia dan Amerika Serikat (AS) bisa berakibat investasi data center dan komputasi awan di Tanah Air berkurang.
Sebelumnya, pada Selasa (22/7/2025), Gedung Putih (White House) di bawah Pemerintahan Presiden Donald J Trump telah mengumumkan poin-poin dari Joint Statement on Framework for United States–Indonesia Agreement on Reciprocal Trade.
Salah satu syarat agar bisa mendapatkan penurunan tarif ekspor dari 39% menjadi 19%, Indonesia disebut Gedung Putih akan memberikan kepastian mengenai kemampuan untuk transfer data pribadi keluar dari wilayah Indonesia ke Amerika Serikat.
“Implikasinya jelas, dengan perjanjian ini, artinya penggunaan cloud data perbankan dan institusi lain yang selama ini penyelenggara didorong membuka penyimpanan data di Indonesia jadi lebih fleksibel dan tidak harus ditempatkan di Indonesia,” ujar Alfons, dikutip InfoDigital.co.id, Kamis (24/7/2025).
Menurut dia, perusahaan penyedia data center dan cloud dari AS antara lain AWS, Google, Microsoft, dan lainnya kini bisa tidak perlu investasi dan membuka data center di Indonesia. Tetapi, mereka bisa memberikan layanan dari negaranya, AS.
“Kasihan layanan cloud lokal. Tanpa pembebasan transfer data ke AS saja sudah setengah mati bersaing, apalagi sekarang,” imbuhnya.
Dia juga memperkirakan, aplikasi dari Amerika Seerikat yang mengelola data pribadi orang Indonesia, seperti world.id yang saat ini dilarang dan diblokir karena mengelola dan menyimpan data WNI di luar negeri akan diperbolehkan beroperasi lagi.
Soal Keamanan Data
Soal dampak kesepakatan transfer data RI dan AS terhadap kedaulatan data Indonesia, Alfons tak mau banyak komentar. Karena kenyataannya, tanpa kesepakatan baru tersebut, selama ini, dengan memanfaatkan layanan dari AS, yakni Google, WhatsApp, dan lainnya, data orang Indonesia sudah ditransfer ke AS.
“Mungkin, kalau data strategis seperti data pertahanan, data penting lainnya disimpan di Indonesia. Tetapi yang lebih penting, bukan disimpan di Indonesia saja, melainkan disimpan di Indonesia dan dilindungi dengan baik,” ucap Alfons.
Pada intinya, dia berpendapat bahwa lokasi penyimpanan data tidak menentukan keamanan datanya. Tetapi, kedisiplinan dan metode penyimpanan data yang akan menentukan keamanan data yang disimpan.
Sementara itu, Alfons juga menyebut bahwa Peraturan Pemerintah (PP) No 82 tahun 2012 sebelumnya telah mewajibkan semua data disimpan di Indonesia.
Hal tersebut disempurnakan dengan PP No 71 Tahun 2019 yang menyatakan bahwa data nonstrategis, termasuk data privat, boleh disimpan di luar negeri asalkan memenuhi ketentuan perlindungan data.
Kemudian, lahir UU No 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (PDP) yang mengatur lebih jelas lagi bahwa data pribadi boleh di transfer ke luar negeri. Tetapi, negara tujuan harus punya perlindungan data yang setara atau lebih tinggi dari UU PDP. (dmm)